Senin, 05 Mei 2025

Rhea

Rhea...

Kenapa ya, aku bisa punya anak kayak kamu? Cantik, baik, pengertian...

Di tengah malam ini, memikirkan itu aja bikin mama nangis. Rasanya nggak pantas aku jadi ibu dari bidadari secantik kamu.

Rhea... tumbuhlah jadi anak yang kuat ya, nak. Kelak bisa berdiri di atas kakimu sendiri, sayang. Namun begitu, tak perlu cepat-cepat dewasa. Mama belum siap melihat anak mama remaja, dewasa, kerja, dan seterusnya. Tetaplah seperti ini dulu, Rhea... yang tiba-tiba ngajak mama renang, tiba-tiba pengen Rocket Chicken, tiba-tiba ngajak main Roblox, atau tiba-tiba dengan randomnya meracau, "blablabla blebleble hap~".

Semua yang mama lalui bersama Rhea sangatlah indah. Sampai-sampai mama nggak kebayang segelap apa hidup mama kalo anak mama bukan Rhea. Rhea benar-benar hadiah terbaik dari Allah untuk hidup mama, karena Rhea membuat mama menghargai kebahagiaan-kebahagiaan sederhana. Mama bersyukur banget memiliki Rhea di hidup mama.

Mama sering kali bingung arah tujuan mama di hidup mama yang sudah menjelang pertengahan 30 ini. Semua ini bukan tanpa sebab... mungkin karena dulunya pun hidup mama tanpa persiapan yang matang membuat mama hilang arah begitu lama. 

Namun malam ini, ketika melihat kamu mulai tertidur pulas, Mama benar-benar memiliki satu tujuan: pengin Rhea bahagia, seperti yang Rhea lakukan untuk Mama.

Mama sayang Rhea. Sangat.

Maafin mama ya, Rhea. Banyak sekali dosa mama sebagai orang tua terhadap Rhea. Dalam perjalanan belajar menjadi orang tua, seringkali melukai hati Rhea. Maafin mama ya, Rhea. 

Semoga suatu hari kamu menemukan tulisan ini dan ketahuilah mama selalu mencintai kamu, Rhea.

 

Love, Mama Oyen



Minggu, 14 April 2024

 

Hmm... berawal dari liat cuitan dalam komunitas di platform "X", tiba-tiba aku jadi ingin menuliskan jawaban panjang-lebarnya di sini.

Aku pernah merasa benci sebegitunya pada orang tuaku, lebih tepatnya Papaku, karena suatu hal. Bahkan kami pernah tidak bertegur sapa selama tiga tahun lamanya. Iya, aku seingat itu dengan setiap detail yang terjadi dalam hidupku.

Lalu bagaimana aku bisa sampai tahap memaafkan dan menerima orang tuaku lagi?

Seperti yang kubilang, aku seingat itu dengan setiap detail yang terjadi dalam hidupku. Memang aku sempat membenci Papaku karena hal yang tidak bisa kuterima (saat itu), tapi dalam sela kebencianku, aku selalu ingat beberapa box pizza yang Papa bawakan sepulang rapat kerjanya untuk kumakan. Aku selalu ingat berdus-dus susu yang Papa bawakan sepulang kerja. Aku selalu ingat begitu banyak alat tulis yang kupinta untuk Papa bawakan dari tempat kerjanya. Aku ingat betul saat Mama harus kembali ke Jawa membangun rumah, Papa selalu menyediakan segepok uang lima puluh ribuan, untuk berjaga-jaga aku jajan dan belanja.  

Masih banyak lagi daftar pemberian Papaku. Tidak bisa habis dalam satu halaman blog ini. Entah sudah berapa kebahagiaan yang Papaku berikan padaku.

Mungkin di mataku Papaku salah, tapi aku juga tidak pernah benar-benar melupakan betapa beliau berusaha membahagiakan anak bungsunya ini. Aku sangat bahagia kala itu. Aku merasa jadi anak paling beruntung. Kurasa, bahkan belum tentu anak seumuranku bisa merasakan apa yang aku rasakan saat itu. Hidupku terasa sangat mudah sejak kecil berkat kerja keras Papa.

Kalau di "X" sering ada thread "Barang-barang yang dimiliki anak orang kaya saat sekolah", YA, aku memiliki itu semuanya. Berkat Papaku, orang tuaku.

Sebenarnya aku (mungkin) tidak bermaksud membenci Papaku saat itu. Hanya saja aku terpukul karena ternyata dunia orang dewasa bisa "seperti itu". Banyak sesuatu yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Penuh kekecewaan, keputusasaan, dan amarah. Aku belum mengerti bagaimana mengelola perasaan-perasaan itu di usiaku saat itu sehingga membuatku jauh dari orang yang sudah membuat masa kecilku penuh kebahagiaan.

Namun kini sudah tidak lagi. Aku sudah menerima semuanya karena bagaimana pun beliau orang tuaku. Papa tidak pernah meninggalkan aku saat aku kesulitan bahkan saat (seharusnya) aku sudah bukan tanggung jawabnya lagi. Papa seperti melihatku dari kejauhan, tapi sigap menangkap saat aku terjatuh.

Dalam hidup ini, mungkin banyak hal-hal yang kita sesali... tapi setelah kupikir lagi, aku tidak menyesal menjadi anak orang tuaku. 

Kalau bisa hidup kembali, kalau ada kehidupan lagi, aku ingin sekali mengulang kehidupan ini menjadi anak mereka lagi, anak orang tuaku lagi, mengulang masa-masa indah kami lagi.

Mari kita ulang lagi, tanpa harus ada bagian yang menumbuhkan amarah dan benci lagi.


Mari bertemu lagi.

Sabtu, 08 Januari 2022

Noticed

"Suka banget dengerin abang cerita."

Aku memencet foto profilku. Di sana tertera sudah sebanyak apa aku meninggalkan komentar di kanal itu, kanal seorang storyteller favoritku di Youtubeyang seringkali membahas hal-hal misteri dan kriminal. 

Hmm... 378 comments tanpa pernah mendapat satu like pun dari si empunya kanal.

Padahal segala cara sudah kucoba agar komenku dibalas atau setidaknya dia melihat keberadaanku sebagai pengikut kanalnya. Namun nihil, ia belum juga merespons komenku.

***

"Bang, bahas berita anak kecil yang diikat orang nggak dikenal di tiang listrik dan akhirnya kesetrum itu dong!" pintaku di lain hari.

Lagi-lagi, dia tidak merespons komenku. Mungkin usahaku masih kurang?

*** 

Minggu depannya pun aku selalu punya usulan. "Ada kasus beberapa anak tewas kerancunan gara-gara dikasih permen orang nggak dikenal. Abang nggak mau bahas itu? Di Twitter lagi rame, lho!"

 Aku akan senang jika ia membahasnya. Namun lagi, jangankan dibalas, di-like pun tidak! Aku mulai kesal dan membanting semua gawaiku. Setiap hari aku sudah melampaui batasku, tapi mengapa sesusah itu untuk mendapatkan sedikit responsnya?

***

Storyteller favoritku mengunggah video terbaru. Ia mengunggah video yang menceritakan cerita-cerita seram penonton, segmen kesukaanku, karena tak jarang durasinya lebih dari lima belas menit. Walau segmen kesukaanku, sebenarnya aku berharap ia mengunggah segmen Mysterious Things kali ini, karena aku penasaran kasus kriminal apa yang akan ia bahas.

Selagi aku ingin mengirimkan komentar pada video terbarunya, tiba-tiba sirine polisi terdengar semakin dekat menuju rumahku. Ah, setidaknya... setidaknya biarkan aku menyelesaikan video yang kutonton ini! Pekikku terburu-buru dalam hati. 

Namun telat, mobil-mobil itu sudah parkir di halaman rumahku. Polisi-polisi itu sudah memanggil namaku. Aku yakin, dalam beberapa menit ke depan pintu rumahku menjadi target tendangan kaki mereka.

***

Sudah hampir sebulan hidupku terasa hampa di balik jeruji besi. Sampai akhirnya saat aku sedang di ruang makan bersama tahanan yang lain, aku mendengar suara storyteller favoritku dari sebuah gawai seorang juru masak. Makananku yang hambar terasa lezat saat itu juga. Terutama saat mendengar suara abang storyteller favoritku mulai bercerita.

"Kasus ini tuh lagi raaame banget di mana-mana, gengs! Di mana ada seorang gadis berumur dua puluh tahun tega mencelakai anak-anak kecil di sekitar rumahnya. Bahkan, dia mengaku melakukannya hanya untuk kesenangan. Haduh, emang udah gila dunia ini."

"Mulai dari ngiket anak tetangganya di tiang listrik sampe kesetrum, ngasih permen beracun yang bikin anak tetangganya sampe tewas, dan terakhir yang paling viral sampe dibahas di negara tetangga; ia tega mengikat tangan sahabatnya terus dicempluingin ke kolam renang rumah sahabatnya sendiri."

"Semua kasus ini terkuak setelah polisi memeriksa cctv rumah warga yang mengarah ke tempat kejadian dan cctv di rumah sabahatnya ini. Duh, ngelus dada dulu gue... kalian ati-ati yak gengs, kalo cari temen..."

Mendengar itu tawaku langsung membahana. Seisi ruang makan melihatku keheranan. Aku masih cekikikan, bahkan sampai meneteskan air mata saking senangnya. Tidak hanya mendapat like atau balasan pada komentarku, aku bahkan menjadi salah satu topik di antara video yang ia unggah! 

Akhirnya... noticed by my favorite storyteller.

------------oOo------------

Cerita ini hanya fiksi belaka, yaaa. Berawal dari seringnya baca-baca komen "Notis aku dong, Bang" di kanal youtube kak Hirotada Radifan, tiba-tiba premis ini muncul di kepala > , < Udah lama ngendap di kepala, kalo nggak dieksekusi premisnya berasa ada yang masih ngeganjel aja gitu, mhehehe :)) Tapi sungguh, ku bukan sikopet. Anywaaaaay, makasih yang udah baca yaaaa~